Kamis, 21 November 2013

USHUL FIQH



BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar belakang

Al-Sunnah ialah apa yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW dari  perkataan, perbuatan atau ketetapannya. Al-Sunnah menempati posisi kedua setelah Al-Qur’an. Keutamaan Sunnah didalam islam itu sangat berarti, karena Sunnah juga berfungsi menopang Al-Qur’an dalam menjelaskan hukum-hukum islam. Sunnah terdiri dari tiga bentuk (sunnah qauliyah, sunnah fi’liah dan sunnah takririyah). Sunnah berfungsi menjelaskan ayat yang masih mubham didalam Al-Qur’an. Sunnah juga berguna untuk menuntun umat islam dalam menjali hidup untuk tetap dijalan yang benar, jalan yang diridhai Allah SWT.
Berdasarkan hal tersebut dalam makalah ini penulis akan menjelaskan secara rinci tentang Al-Sunnah.

B.     Tujuan penulisan

1.      Memberikan pengetahuan tentang Al-Sunnah kepada pembaca.
2.      Menjelaskan perngertian al-sunnah secara bahasa dan istilah.
3.      Menjelaskan kedudukan al-sunnah sebagai sumber hukum pelengkap Al-Qur’an.
4.      Menguraikan macam-macam dan fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an




















BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN SUNNAH

A.     Pengertian sunnah

Sunnah (سنة  ) secara etimologis berarti “jalan yang biasa dilalui” atau “cara yang senantiasa dilakukan”, apakah cara itu sesuai yang baik atau yang buruk[1]. Pengertian Sunnah secara etimologis ini ditentukan dalam sabda Rasulullah SAW. Yang berbunyi:

مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَ أَجْرُمَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ

Barang siapa yang membiasakan sesuatu yang baik didalam islam, maka ia menerima pahalanya dan pahala orang-orang sesudahnya yang mengamalkannya… (H.R. Muslim)

     Secara terminologi, Sunnah bisa dilihat dari tiga bidang yaitu:
1.      Ilmu hadist, yaitu “seluruh yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapan atau sifatnya sebagai manusia biasa, akhlaknya, apakah itu sebelum maupun setelah diangkat menjadi Rasul”.
2.      Ushul fiqih, yaitu “segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW, berupa perbuatan, perkataan, dan ketetapan yang berkaitan dengan hokum”.
3.      Ahli fiqih, Sunnah dimasukan kedalam hukum taklifi, yang mengandung pengertian “perbuatan yang apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa”

B.     Kedudukan Sunnah terhadap Al-Qur’an

Pertama, sunnah berfungsi menjelaskan ayat yang masih mubham, memerinci yang mujmal, mentakhsis ayat yang umum meski kekuatan sunnah dalam mentakhsis ayat al-qur’an yang umum masih diperselisihkan ulama dan menjelaskan antara ayat yang nasikh dan yang mansukh.
Kedua, sunnah menambah kewajiban-kewajiban syara’ yang ketentuan pokonya telah ditetapkan dengan nash al-qur’an.
Ketiga,sunnah membawa hukum yang tidak ada ketentuan nashnya didalam al-qur’an, tidak pula merupakan tambahan terhadap nash al-qur’an.
Para ulama sepakat mengatakan bahwa sunnah rasulullah saw. Dalam tiga bentuk (fi’liyah, quliyah, taqririyah) merupakan sumber dari hukum-hukum syara’ dan menempati posisi kedua setelah al-qur’an. Ada beberapa alasan yang dikemukakan beberapa ulma ushul fiqh untuk mendukung pernyataan diatas, diantaranya adalah firman allah:


1.      Surat ali Imran. 3:31:
أن كُنْـتُمْ تُحِبُّوْن اللهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ

               Apabila kamu mencintai allah, makaikutilah aku, Allah kan mencintaimu..

2.      Surat Al- ahzab, 33:21:

لَقَدْكَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُوْ اللهَ وَاليَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَاللهَ كَثِيْرًا


Sesungguhnya pada diri rasulullah itu bagi kamu teladan yang baik yaitu bagiorang-orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak yang menebut Allah.
3.      Surat Al-Hasyr, 59:7:

وَمَا آتَا كُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا

Apa yang diberikan rasul kepadamu, maka ambillah dan apa yang dilakukannya bagimu, maka tinggalkanlah.
4.     Surat an-nisa, 4: 59:

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا أطِيْعُوْا اللهَ وَأَطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ وَأُولِى ألأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَ عْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ إِلى اللهِ وَالرَّسُوْلِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَاوِيْلًا

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah  dan Rasul dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu , maka kembalikanlah ia kepada Allah(al-qur’an) dan Rasul (sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allahdan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
5.      Rasulullah sendiri mengatakan,
أَلَاَ إِنِّيْ أُوتِيْتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهَ مَعَهُ

Sesungguhnya pada saya telah diturunkan al-qur’an dan yang semisalnya. (H.R. al bukhari dan muslim).
Yang dimaksud dengan perkataan “dan semisalnya” dalam hadis tersebut , menurut jumhur ulama, adalah sunnah rasulullah saw.

C.     Bukti-bukti terhadap hujjah Sunnah

Pertama, nash al-qur’an seringkali Allah swt. Dalam kitab suci, manapun juga menyuruh orang agar taat kepada-Nya dan Rasululllah. Allah menyuruh rang muslimin, apabila terjadi pertengkarantentang suatu masalah maka hendaklah masalah itu dikembalikkan kepada Allah dan Rasul. Apbila Allah dan Rasul memutuskan suatu perkara , maka orang islam itu tidak boleh khiyar. Orang-orang yang tidak senang mengadukan persoalannya itu kepada Rasul, maka oleh Rasul pengaduannya itu tidak diterima. Semua bukti-bukti yang datangnya dari Allah itu menujukkan bahwa tasyri’ Rasul itu adalah tasyri’ ilahi yang wajib dijalankan. Firman Tuhan dalm al-qur’an:

قُلْ اَطِيْعُوا اللهَ وَالرّسُوْلَ

Katakanlah, ikutilah olehmu Allah dan Rasul.
مَنْ يُطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ اَطَاعَ اللهَ

            Barangsiapa yang mengikuti Rasul, maka sesungguhnya dia telah mengikuti Allah.

يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اَطِيْعُوْا اللهَ وَاَطِيْعُوْا الرَّسُوْلَ وَاُلىِ الأمْرِ مِنْكُمْ فَااِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّهُ اِلَى اللهِ وَالرَّسُوْلِ


            Hai orang-orang yang beriman, patuhlah kepada Allah dan patihlah kepada Rasul dan ulil amri daripada kamu. Apabila tidak terjadi pertengkaran dalam suatu (masalah) maka kembalilah kepada Allah dan Rasul (QS. 4:59).

وَلَوْرَدُّوْهُ اِلَى الرَّسُوْلِ وَاِلَ اُوْلىِ الاَمْرِمِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِيْنَ يَسْتَنْبِطُوْنَهُ مِنْهُمْ 


            Dan kalau mereka menyerahkan kepada Rasul dan ulil amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenaran akan dapat mengetahuinya (QS. 4:83)

وَماَ كاَنَ لِمُؤمِنٍ وَّلاَمُؤمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللهَ وَرَسَوْلُهُ اَمْرًا اَيَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ


            Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apakah Allah dan Rasul-Nya yang telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang (lain) tentang urusan mereka (QS. 33:36)

فَلاَوَرَبِّكَ لاَيُؤْمِنُوْنَ حَتَّى يُحَكِّمُوْكَ فِيْماَ شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَيَجِدُوْافِي اَنْفُسِهِمْ حَرَجاًمِمَّاقَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْاتَسْلِيْماً


Maka demi Tuhanmu, maka pada (hakikatnya) tiidak beriman hingga mereka menjadikanmu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan kepada mereka, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (QS. 4-56)

وَماَاَتَكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَماَ نَهاَكُمْ عَنْهُ فاَنْتَهُوْا.

            Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah (QS.59:7)
            Ayat-ayat ini menunjukkan dan merangkaikan dalil-dalil qath’i bahwa Allah mewajibkan orang mematuhi rasul dari hal apa yang disyari’atkannya.

Kedua, Ijma’ sahabat. Pendapat sahabat berupa hukum-hukumnya mengenai apa-apa yang di perintahkan dan apa-apa yang di larangnya, menghalalkan dan mengharamkan.
Ketiga, di dalam Al-Qur’an itu terdapat hal-hal yang diwajibkan kepada orang untuk menjalankannya. Tapi Al-Qur’an itu tidak menguraikan dengan terperinci mengenai hukum-hukumnya dan bagaimana cara-caranya.

D.    Macam-maam Sunnah

Berdasarkan definisi sunnah yang dikemukakan para ulama ushul fiqh di atas,sunnah yang menjadi sumber kedua hukum islam itu ada tiga macam,yaitu:
·         Sunnah fi’liyyah,yaitu perbuatan yang dilakukan Nabi SAW.Yang dilihat,atau diketahui dan disampaikan para sahabat kepada orang lain.Misalnya,tata cara shalat yang ditunjukkan Rasulullah SAW.Kemudian disampaikan sahabat yang melihat atau mengetahuinya kepada orang lain.
·         Sunnah qauliyyah,yaitu ucapan Nabi SAW.Yang didengar oleh dan disampaikan seorang atau beberapa sahabat kepada orang lain.
·         Sunnah Taqririyyah,yaitu perbuatan atau ucapan sahabat yang dilakukan dihadapan atau sepengetahuan Nabi SAW,tetapi Nabi hanya diam dan tidak mencegahnya.Sikap diam dan tidak mencegahnya Nabi SAW,ini menunjukkan persetujuan Nabi SAW.
Dalam pembagian sunnah menjadi sunnah fi’liyyah,sunnah qauliyyah dan sunnah taqririyyah,para ulama ushul fiqh membahas secara khusus kedudukan sunnah fi’liyyah.Para ahli ushul fiqh membagi sunnah fi’liyyah kepada:
a)      Perbuatan yang muncul dari Rasulullah sebagai manusia biasa,seperti makan,minum,duduk,dan pakaiannya.Perbuatan seperti ini tidak termasuk Sunnah yang wajib diikuti umatnya,karna hal-hal seperti itu muncul dari Rasulullah sebagai manusia biasa dengan tabiatnya.
b)      Perbuatan yang dilakukan Rasulullah dan ada alasan yang menunjukkan bahwa perbuatan itu khusus untuk dirinya,seperti shalat tahajud yang ia lakukan setiap malam,mengawini wanita lebih dari empat orang sekaligus,dan tidak menerima sedekah dari orang lain.
c)      Perbuatan yang berkaitan dengan hukum dan ada alasannya,maka hukumnya berkisar antara wajib,sunnah,haram,makruh,dan boleh perbuatan seperti ini menjadi syari’at bagi umat islam.

E.     Fungsi Sunnah terhadap huku-hukum dan Al-Quar’an

Secara garis besar fungsi Sunnah terhadap hokum-hukum dan Al-Qur’an terbagi tiga, yaitu:
1.      Menjelaskan isi Al-Qur’an, antara lain dengan merinci ayat-ayat yang bersifat umum. Contonya hadist fi’liyah (dalam bentuk perbuatan) Rasulullah yang menjelaskan cara melakukan shalat yang diwajibkan dalam Al-Qur’an dalam hadistriwayat Bukhari dari Abu Huraira, dan demikian pula tengtang penjelasan mengenai masalah haji seperti dalam hadist riwayat Muslim dari Jabir. Sunah Rasulullah juga berfungsi untuk mentakhsis ayat-ayat umm al-Qur’an yaitu menjelaskan bahwa yang dimaksud oleh Allah adalah sebagian dari cakupan lafal umum itu, bukan seluruhnya.
2.      Menambahkan kewajiban-kewajiban syara’ yang ketentuan pokoknya telah ditetapkan dengan nash Al-Qur’an. Misalnya sunnah datang membawa hukum-hukum tambahan terhadap nash Al-Qur’an. Contohnya masalah li’an, Al-Qur’an telah menerangkan secara jelas dan sempurna tentang masalah ini, kemudian sunnah memberikan ketetapan untuk memisahkan suami-istri itu dengan jalan perceraian. Perceraian ini mengandung hikmah, karena tsiqah (kepercayaan) yang menjadi dasar kehidupan berumah tangga telah hilang dari suami-istri itu.
3.      Menetapkan hokum yang belum disinggung dalam Al-Quran. Contonya hadis riwayat al-Nasa’i dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda mengenai keharaman memakan binatang buruan yang mempunyai taring dan burung yang mempunyai cakar, sebagaimana disebutkan dalam hadist:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال كُلُّ ذِي نَاب مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ {رواه النسالى}

Dari Abu Huraira, dari Nabi SAW. Bersabda semua jenis binatang buruan yang mempunyai taring dan burung yang mempunyai cakar, maka hokum memakannya adalah haram. (HR. an-Nasa’i)






































BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari apa yang sudah kami kemukakan ini ialah; Hukum-hukum yang terdapat dalam sunnah itu adakalanya menetapkan hukum-hukum Al-Qur’an. Atau hokum-hukum itu  dijelaskannya. Atau hukum-hukum yang tidak diatur oleh Al-Qur’an. Disini orang boleh mempergunakan kias yang berdasarkan nash Al-Qur’an atau melaksanakan usul dan prinsip-prinsipnya itu pada umumnya. Disini jelaslah bahwa tidak mungkin orang meletakkan hokum Al-Qur’an dan sunnah itu berbeda atu bertentangan.  

B.     Saran
Setelah penulis memberikan kesimpulan dari makalah ini, penulis member saran agar pembaca bisa memahami dan menerapkan apa yang penulis sudah bahas didalamnya. Penulis juga memberi saran agar bisa menjalani hidup dibarengi dengan Al-Sunnah.

























DAFTAR PUSTAKA




1.      Prof. abu zahrah, Muhammad. )1999(. Ilmu Ushul fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus
2.      Prof. Dr. Effendi, Satria. )2005(. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
3.      Zein, M. MA. )2005(. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana
4.      Haroen, Nasrun H. )1997(. Ushul Fiqh. Jakarta: Logos Wacana ILmu
5.      Syekh Khallaf, Abdul Wahab. )1999(. Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: Rineka Cipta


[1] Prof. Dr. Effendi, Satria, Ushul Fiqih I, op. cit. Jilid IV, hal 38

Tidak ada komentar:

Posting Komentar